Selasa, 06 November 2012

Kanawa Island, Surga Kecil di Barat Flores


Kanawa,,pulau mungil di laut Flores ini sedang menjadi perbincangan hangat dan menarik sebagian besar para pembawa ransel  yang berkunjung ke daratan  Flores . Pulau cantik  ini terletak di kawasan  gugusan kepulauan Komodo, pulau ini juga  sering kali masuk dalam list paket perjalanan ke Taman Nasional Komodo. Beberapa orang menyebut pulau ini sebagai pulau surga, tak berlebihan memang mereka menyebutnya demikian. Karena setiap orang yang berkunjung ke pulau ini akan di suguhi pemandangan yang begitu indah. Pantai pasir yang putih, pondok – pondok mungil di tepi pantai, terumbu karang yang begitu banyak,bintang laut yang berserak di sepanjang pantai, gradasi warna air yang mempesona dan view dari atas bukit yang akan membuat mata anda terbelalak. Beruntunglah saya yang bisa menyambanginya, tak hanya sekedar singgah, tapi saya berkesempatan menginap  di satu – satunya resort yang ada di di pulau ini (walau pun namanya resort tapi jangan pikirkan tempat tidur yang mewah ya yang akan saya  tempati).

***

Udara labuan bajo yang panas, tak menyurutkan langkah kaki saya dan hendra menuju kantor kanawa islad resort. Sambil membopong backpack yang cukup berat  dan sekali – kali masuk ke beberapa toko penjual sovenir untuk melihat lihat dan sekedar numpang berteduh dari sengatan matahari  yang begitu terik, ahirnya kami sampai di depan kantor Kanawa Island  Resort.  Sesampainya di kantor, kami di sambut mba resevsionis yang ramah, kami di minta mengisi data diri di secarik kertas dan di persilahkan menunggu tamu  lain yang akan di berangkatkan bersama kami  ke pulau kanawa (biyaya antar jemput free alias sudah includ dalam tarif penginapan). Karena penginapan di pulau ini terbatas dan kami tak ingin ke habisan tempat menginap, jadilah dua minggu sebelum malakukan trip keliling Flores,  kami sudah membooking tempat di pulau ini. Untuk informasi tarif penginapan dan pembookingan bisa di lakukan di web resmi mereka : http://kanawaislandresort.com/home.html
FYI: Di pulau ini terdapat beberapa jenis penginapan, dari mulai bungalau sederhana, Bale, Tenda dan tanah kosong (buat yang pengen mendirikan  tenda).

Sekitar pukul 12 siang, setelah semua tamu datang, kami di antar salah satu pegawai menuju dermaga  di mana sudah tersedia perahu kecil bermotor  yang akan mengangkut kami menuju pulau Kanawa. Mesin perahu mulai  menderu, semua penumpang dan  aneka kebutuhan sandang pangan untuk resort sudah di naikan, dan perahu mulai meninggalkan dermaga. Perjalanan sendiri memakan waktu kurang lebih 1 jam. Di sepanjang perairan kita akan melihat lalu lalang aneka jenis kapal, mulai dari kapal-kapal  nelayan sampai kapal phinisi berbagai ukuran. Kapal – kapal itu mengangkut para wisatawan yang ingin atau sudah ke  Pulau Komodo atau pulau Rinca. Selain kapal, terdapat pula gugusan pulau kecil berbentuk bukit yang menjadi  icone Labuan Bajo. Dari kejauhan terlihat pulau rinca dengan perbukitanya yang gersang berwarna emas kecoklatan, rasanya tak sabar menyambangi pulau itu besok. Jujur saja, saya  baru tahu kalau ternyata pulau komodo dan pulau rinca itu sangat besar, saya pikir tak sebesar itu, hahaha.

Kanawa Island
Terik matahari yang terasa semakin menyengat menyambut kedatangan saya di dermaga pulau Kanawa. Sebelum berjalan lebih jauh menyusuri dermaga kayu  panjang  seperti para tamu lainya, saya menyempatka diri menyinggahi sebuah kapal lain yang sedang bersandar di dermaga. Perahu ini adalah milik pak Din, beliau adalah orang yang akan mengantar  perjalanan kami mengunjungi Pulau Rinca dan Komodo besok siang(sebelumnya kami sudah membuat janji akan bertemu di pulau kanawa karena kebetulan beliau sedang membawa tamu snorkling di pulau ini), beberapa lembar rupiah kami berikan untuk modal pak Din berbelanja kebutuhan makan  kami nanti saat berlayar 2H1M di Taman Nasional Komodo. Selesai urusan dengan pak Din, kini saya di buat merinding dengan ke indahan yang tersaji  di bawah saya. Perairan dangkal dengan beratus ikan yang berenang bebas beserta aneka trumbu karang warna warni di dalam air yang begitu jernih. Tapi panas yang begitu terik memaksa saya mempercepat langkah menuju bangunan resevsionis untuk melapor dan meminta kunci (eh gak pake kunci kok, karena kami menyewa sebuah tenda untuk menginap malam ini,hehe).  Saat pertama kali saya  membaca kata tenda di web resmi mereka saat akan melakukan pembookingan, yang terbanyang di otak saya adalah sebuah tempat pengap dan panas dengan alas tanah yang akan membuat badan saya sakit kalau tidur, tapi karena harga yang di tawarkan sangat bersahabat, jadi saya tak terlalu memusingkan akan hal itu. Namun saya sedikit terkejud saat kami di antar oleh petugas resort menuju tenda yang akan kami tempati. Sebuah atap yang terbuat dari jerami menaungi tenda yang akan kami tempati, di tambah lagi kasur empuk beserta bantal . Di depan tenda tersedia sebuah tikar bambu tempat kami bersantai dan seember air bersih untuk membersihkan kaki.
Penginapam di Kanawa
Di pulau ini juga terdapat penginapan berbentuk bungalau yang berkonsep sederhana, di depan setiap bungalau terdapat sebuah hamok dan di belakang bungalau terdapat sebuah kamar mandi semi outdor. Selain bungalau ada juga penginapan berbentuk bale, yang sekelilingnya di tutupi sebuah tirai bambu, dan bale bale ini di letakan berjejer persisi di tepi pantai. Tapi kalau yang mau hemat bisa bawa tenda sendiri dan menyewa sebuah tanah lapang untuk mendirikan tenda. Untuk penginapan yang berbentuk bale dan tenda tak tersedia kamar mandi pribadi, melainkan di sediakan kamar mandi umum untuk di pake bersama – sama. Pemakaian air bersih sangat di batasi di pulau ini, karena semua air bersih di bawa dari Labuan Bajo, begitu pula penggunaan listrik yang beroprasi hanya sampai pukul 10 malam saja, karena pasokan listrik di dapat dari tenaga sinar matahari.

Setelah beristirahat sebentar dan menaruh tas, kami kembali ke resevsionis untuk menyewa alat snorkling, tapi sayang semua alat snorkling sudah habis di sewa oleh pengunjung lain (sedikiti menyesal karena gak sewa alat snorkling di LabuanBajo),tapi hal itu tak menyurutkan keinginan saya untuk berenang.Tanpa basa basi, saya langsung menceburkan diri ke laut yang nampak begitu tenang, untunglah pantai di sini landai dan tak ada ombak, jadi saya bisa leluasa berenang  (padahal gak bisa renang,hehe).  Ada hal yang menarik di pantai ini selain terumbu karang yang jaraknya selemparan batu dari bibir pantai, di sini juga surganya bintang laut. Hampir setiap satu meter ketemu bintang laut  dengan berbagai bentuk dan warna. Puas berenang, dan membilas badan di kamar mandi yang bikin was – was (gimana gak was – was, kamar mandinya terbuat dari bilah – bilah bambu yang di susun tak terlalu rapat, kalau di kamar sebelah ada yang mandi, jadi  bisa intip – intipan,,haha) saya kembali ke tenda karena sebentar lagi senja menjelang, rasanya sayang  jika  saya harus melewatkan melihat sunset di atas bukit.  Kali ini hendra tak ikut naik ke atas bukit, sepertinya berat badan yang menahan niatnya ke sana,,hahah.  Perjalanan ke atas bukit bisa di bilang cukup curam dan agak berbahaya, karena tidak ada pegangan apalagi anak tangga, hanya ada jalan setapak yang akan sangat licin jika musim hujan datang. Bukit ini memiliki beberapa puncak, jadi semua orang akan kebagian spot terbaik untuk melihat sunset, di atas bukit juga terdapat bangku bambu yang menghadap ke arah sunset. Jika mendaki bukit ini, ada baiknya menggunakan celana panjang karena di beberapa jalan setapak  terdapat tanaman duri.
Sore itu tak terlalu banyak orang yang menghabiskan waktu melihat sunset, hanya ada saya dan beberapa orang saja yang semunya terpencar di berbagai spot terbaik. Di atas bukit ini juga terdapat sebuah kamar (bale) untuk di sewa (pasti cape kalau nginep di sini pas mau makan atau main air,hehe).
I Love Sunset
Perlahan namun pasti, matahari mulai meredupkan sinarnya, menyemburkan cahaya jingga yang lebih bersahabat dengan mata, semakin lama sinarnya semakin  redup dan menghilang di telan samudra, meninggalkan semburat senja di cakrawala.  Sungguh damai rasanya melihat persembahan tuhan sore itu,langit mulai berganti pekat dan penghias malam mulai bermunculan. Sebelum cahaya benar benar habis, saya cepat turun dari atas bukit ini, karena tak ada penerangan sama sekali di sini. Bersukur rasanya selalu di beri kesempatan istimewa oleh allah swt menyaksikan semua hal yang dia ciptakan.
Sesampainya di bawah, rasa lapar mulai mendera. Kami makan malam di pinggir pantai bersama  tamu lain tepat  di bawah pohon dengan gantungan lampion-lampion  putih. Harga makanan di sini bisa di bilang mahal, tapi karena gak ada pilihan lain ya tetep harus dibeli ( untung di traktir hendra, hehe). Acara makan malam selesai, lampu mulai di padamkan. Langit yang hitam kini semakin nampak berwarna dengan taburan beribu bintang, langit di Flores selalu nampak lebih indah dari langit di manan pun yang pernah saya lihat, alunan debur ombak serta  semilir angin laut melancarkan  jalan saya menuju alam mimpi dan menutup hari ini dengan begitu sempurna.

***

Pukul  5 pagi saya sudah terbangun, berbekal senter yang saya bawa, saya mulai kembali menaiki bukit seperti yang saya lakukan seperti kemarin sore. Pagi ini saya tak ingin melewatkan sunrise di pulau ini. Beda dengan kemarin sore, kali ini saya benar-berar sendiri mendaki bukit. Tak ada satu wisatawanpun, mungkin mereka malas jika harus bangun pagi dan menembus udara dingin .Pagi itu kabut tipis sedikit mengaburkan cakrawala, tapi itu tak menghalangi keindahan  matahari yang mulai muncul di balik kabut.  Sinar hangatnya mulai memecah kabut dan memberikan saya langit cerah. Saat matahari mulai meninggi, saya kembali turun untuk mengisi perut yang sudah protes. Seporsi sarapan pagi yang tak begitu cocok dengan lidah saya tersaji di atas meja (sarapan ini free). Puas mengisi perut, saya mendekat ke bibir pantai. Dan betapa terkejutnya saya saat melihat aneka trumbu karang yang kemarin saya lihat kini muncul ke permukaan. Pagi itu laut sedang surut, taman trumbu karang yang kemarin siang bersembunyi di jernihnya air laut kini terhampar luas di depan mata.


Puluhan bintang laut bersembunyi di tanaman lamun yang juga  berserakan di atas pasir. Saya begitu kegirangan menyaksikan semua ini, karena ini adalah kali pertama saya menyaksikan hal seperti ini (terumbu karang di atas permukaan laut). Dengan berjalan sangat hati – hati saya mendekati aneka gerombolan terumbu karang yang berwarna warni (tolong berhati – hati saat berjalan di antara terumbu karang jangan sampai menginjak / merusak terumbu karangnya). Ikan – ikan kecil beraneka warna terlihat begitu banyak bersembunyi di antara terumbu karang yang setengah terendam air. Menyenangkan rasanya bisa berada di sini, melihat ciptaan tuhan yang begitu indah terhampar di depan mata. Semakin siang air semanin naik, menenggelamkan kembali aneka terumbu karang yang saya lihat. saya beranjak dari bibir pantai menuju dermaga, melihat aneka ikan besar yang mulai kembali memenuhi taman terumbu karang. Biota laut di sini sangat lengkap, selain banyaknya ikan hias aneka warna yang saya tak tau namanya,  ternyata ada juga bayi ikan hiu dan ikan lion fish, beratus bulu babi, ikan pari dan masih banyak jenis lainya (ini surga bagi yang suka snorkling). Jika ke sini anda harus coba bersnorkling mengelilingi pulau ini, di jamin akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan. Tapi saya tak bisa melakukan hal itu karena siang ini saya akan di jemput oleh pak Din untuk mengunjungi pulau Komodo dan Rinca. Puas melihat aneka biota laut, saya kembali ke tenda dan mulai merapikan kembali  ransel saya dan bersiap chek out dari pulau ini. kami berjalan menyusuri dermaga dan menunggu kedatangan pak din dan 3 orang teman baru yang akan meramaikan perjalanan kami menuju Taman Nasional Komodo.  Tak terlalu lama menunggu, kapal milik pak din mulai mendekat ke dermaga. Senyuma pak din  yang ramah menyambut kami, tanpa menunggu lebih lama lagi, kapal langsung berangkat membelah laut flores,,,
Rinca, I'm comeing.......... :) 


Kamis, 18 Oktober 2012

Kembali ke Labuan Bajo




Hari ini  akan menjadi hari yang cukup melelahkan, pasalnya  kami akan menempuh perjalanan panjang melintasi sebagian daratan Flores,dari Ende ke LabuanBajo via darat. Beda seperti perjalanan Labuan Bajo – Ende yang kami tempuh beberapa hari (karena mampir ke beberapa daerah terlebih dahulu), kali ini kami akan melakukan perjalanan panjang itu secara langsung tanpa singgah di kota mana pun.
Pukul  6:30 kami harus cepat – cepat cekout dari penginapan, di depan hotel sudah terparkir  sebuah mobil travel yang menjemput kami. Untuk perjalanan kali ini kami memang senghaja menggunakan mobil travel yang harganya relatif lebih mahal (tapi harganya masih masuk akal) dari mobil elf  yang melayani rute sama. Hal ini kami lakukan semata karna tak ingin menyiksa badan di mobil elf  yang umurnya kebanyakan sudah ujur dan tentu saja tak nyaman dengan barang penumpang yang berjejalan, belum lagi udara yang pengap karena tidak menggunakan penyejuk udara (kebayang dong jika kami harus menggunakan elf ini selama lebih dari 14 jam ). Selain alasan itu, kami juga tak ingin repot haus ke terminal Ndao pagi – pagi untuk menunggu elf yang akan ke Labuan Bajo, belum lagi kami harus bersusah payah menawar harga agar tidak di patok harga tinggi. Nah Jika kami menggunakan travel, kami cukup duduk manis di penginapan dan mobil akan menjemput kami. Hehehe. Ini Travel yang kami gunakan berikut harganya.

Tarif travel Gunung mas


Jadwal, Alamat dan no telpon
Perlahan tapi pasti, mobil mulai meninggalkan kota Ende setelah sebelumnya menjemput beberapa penumpang lain. Hem...rasanya masih kurang waktu yang kami habiskan di kota ini, padahal masih banyak tempat yang ingin saya lihat dan datangi. Tapi semoga suatu saat bisa ke kota ini lagi dan di lanjut ke Kupang dan pulau Rote,, Amin. Di sebelah kiri kami kini terhampar laut luas dengan batuan pantai berwarna kehijauan. Semakin lama, garis pantai semakin memudar dan berubah menjadi daratan berbukit dengan tikungan – tikungan tajam khas daerah pegunungan. Mobil terus melaju, sementara saya sekarang sedang di buai mimpi. Tengah hari kami baru sampai di Bajawa, mobil terus melaju menuju Aimere. Di sini kami semua  berhenti untuk beristirahat di sebuah warung makan padang (padang lagi padang lagi, hehe). Puas mengisi rongga kosong di lambung, kami kembali melanjutkan perjalanan menju Ruteng. Beberapa penumpang turun di Aimere, sementara yang lain masih bersama kami melanjutkan perjalanan ke Ruteng.

Pukul 3.30 sore, kami berdua di turunkan di Ruteng sementara yang lain masih di mobil dan di antarkan ke alamat masing – masing. Awalnya agak kaget kenapa kami di turunkan di ruteng, tapi rupanya kami di turunkan tepat di depat kantor travel ini dan kami harus berganti mobil yang akan ke LabuanBajo (hanya kami berdua yang akan ke Labuan Bajo), mobil yang kami tumpangi tadi ternyata hanya melayani rute Ende-Ruteng. Udara sore hari di Ruteng yang dingin membuat perut kami keroncongan, kami pun mencari warung yang menjual cemilan tak jauh dari kantor travel tersebut. Pukul 4 sore setelah transit selama 30 menit, kami kembali menaiki mobil travel, kali ini dengan mobil yang berbeda dan supir serta penumpang yang berbeda pula. Dari sini kami masih harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam lagi. Kota Ruteng yang dingin dengan kabut  tipisnya  mulai menjauh. Ada yang menarik di kota ini selain udaranya yang dingin, yaitu sawah – sawah yang berundak seperti di Tegallang, Bali. Jika di tegallalang hanya ada satu, sementara di sini ada lebih dari 3 tempat sawah unik berundak. Selai itu, satu jam dari kota Ruteng, tepatnya di desa Cancar juga terdapat sawah berbentuk seperti jaring laba – laba, nah ini biasanya menjadi salah satu objek wisata yang harus di kunjungi jika menginap di kota Ruteng (sayang kami tak punya waktu untuk menikmati keunikanya). Kota ruteng juga menjadi tempat awal bagi siapa saja yang ingin menikmati keunikan rumah adat  di desa Wae Rebo yang sekarang lagi banyak menyedot perhatian para penjelajah.
Matahari mulai kembali pulang ke peraduanya, sinarnya yang lembut menyapa di balik pepohonan di sepanjang jala,udara dingin masih setia menemani perjalanan kami. Sekitar pukul 7 malam, mobil yang kami tumpangi berhenti di sebuah rumah makan, seluruh  penumpang turun  untuk makan malam (sudah bisa di tebak apa yang kami makan, iya tentu saja masakan P.A.D.A.N.G , hahaha). Mobil kembali melaju lebih cepat, langit semakin gelap, dan semua orang tertidur pulas nampak kelelahan tak terkecuali saya. Saat mobil mulai mendekati LabuanBajo, semua orang di tanyai akan turun di mana, begitu pun kami. Berbekal informasi dari Jeje dan Andro saat di Riung, kami pun mengikuti jejak mereka menginap di penginapan kumuh “Restu Bundo”. Rasanya tidak berlebihan saat saya menyebutnya kumuh, karena keadaannya memang kumuh. Jeje dan Andro juga sudah mewanti – wanti akan keadaan penginapan ini, tapi apa boleh buat. Malam ini  kami tak punya pilihan lain untuk menginap di mana. Badan sudah terlalu cape dan waktu juga sudah larut malam. Harga yang di tawarkan cukup murah yaitu 50k / malam / 2 orang , kamar mandi di luar (ini harga setandar di labuanbajo) . Walaupun kami cekin berdua, tapi hanya saya saja yang tidur di kamar malam itu. Hendra pergi menemui temanya dan menginap di kosanya, sepertinya hendra gak tahan dengan keadaan penginapan ini, hahaha.

***
Bagai manapun kondisi penginapan ini , saya  tetap saja nyenyak tidur malam itu, mungkin karena kecapean atau memang saya yang doyan tidur,hehe. Pagi ini saya keluar kamar dan menyaksikan betapa ramainya di bawah (penginapan restu bundo ini ada di lantai 2 sebuah bangunan toko – toko pasar tradisional). Saya sempatkan melihat ke pasar kecil yang berada persisi di sebelah kiri penginapan, pasar ini lebih mirip sebuah pasar kaget dengan para pedangan yang menggelar daganganya di lapak seadanya, yang di jual di sini cukup lengkap namun di dominasi aneka makana laut kering (ikan asin). Di belakang bangunan ini (yang berbatasan dengan dermaga) juga  terdapat sebuah Tempat pelelangan ikan (TPI) yang sangat ramai pagi itu. Para nelayan bersama perahu – perahunya yang tertambat  sibuk mengangkut hasil melaut. Sementara di darat sudah banyak pembeli yang sibuk memilih dan memilah ikan segar. Melihat begitu banyak ikan di tambah lagi harganya yang menggiurkan, ingin rasanya membeli seember ikan segar buat orang di rumah. Sambil menyantap sarapan pagi, sebungkus nasi ayam seharga 5k, mata saya terus mengamati hiruk pikuk kegiatan di TPI. Saya juga melihat beberapa orang yang sedang menunggu kapal nelayan yang mereka tumpangi berangkat.  Kapal – kapal itu adalah kapal yang mengangkut penduduk dari dan ke pulau Komodo / Rinca (Bukan ke objek wisatanya, tapi ke perkampunganya). Di sebrang lautan terlihat pulau – pulau kecil yang menjadi landmark Labuan Bajo. Di tengah laut juga banyak kapal – kapal mewah yang membawa wisatawan menuju kawasan Taman Nasional Komodo.

Siang menjelang, hendra sudah kembali ke penginapan. kami langsung cek out dan berjalan ke kantor Kanawa Island Resort (Pulau Kanawa) yang akan kami singgahi dan menjadi  tempat kami menginap  malam ini, jaraknya tak terlalu jauh dari penginapan restu bundo, sekitar  500 meter ke arah pelabuhan (ke arah  Selatan). Sesampainya di kantor kanawa, kami langsung melapor kalau kami sudah melakukan pemesanan beberapa hari sebelumnya , dan kami di persilahkan menunggu bersama para pengunjung lain, sebelum ahirnya kami akan di berangkatkan menuju pulau surga,,
Kanawa....I’m Comeing......

Selasa, 16 Oktober 2012

Transit di Kota Ende



Puas menikmati pagi yang indah di puncak kelimutu, saya kembali ke desa moni. Sekitar pukul 9 pagi saya sampai di depan penginapan,suasana di  depan penginapan sudah begitu ramai dengan lalu lalang penduduk moni yang tumpah ruah memenuhi  sudut jalan raya dan bangunan di depan penginapan yang kemarin begitu sepi. Kata mbak penjaga rumah makan, ini adalah hari pasar  (Seminggu dua kali ; senin dan jumat), jadi semua orang akan pergi  ke pasar dengan berbagai tujuan, ada yang berjualan dan ada juga  yang membeli kebutuhan pokok mereka. Teringat tanaman jeruk yang begitu lebat dan siap panen yang kemarin sore kami lihat saat perjalanan menuju moni dari ende. Saya dan hendra  mulai mencari ke dalam pasar berharap bisa menemukan buah yang sudah membuat saya ngiler  itu.
Pasar di Moni
Di pasar ini bisa di bilang sangat lengkap (untuk ukuran di sana) karena di pasar ini tersedia berbagai barang, dari mulai sayur –sayuran yang begitu nampak segar sampai bumbu dapur instan berbungkus kemasan dengan merek yang sudah tak asing lagi, dari perlengkapan mandi sampai perlengkapan bayi, dari  kain tradisonal sampai barang elektronik. Menyenangkan rasanya bisa melihat hiruk pikuk di pasar tradisional ini, meski saya tak mendapatkan apa yang saya cari (lapak yang berjualan jeruk sudah habis). Saya dan hendra berhenti di sebuah lapak yang menjual kopi flores curah,tanpa basa basi beberapa takar kopi flores  berhasil mengisi sudut kosong di tas kami. Puas melihat – lihat dusut pasar, saya kembali ke penginapan untuk cek out (karena kami punya beberapa tempat yang akan di kunjungi di ende jadi harus cekout lebih cepat). Kami  berpamitan sama pemilik penginapan dan mba penjaga rumah makan , sebelum pulang  kami sempatkan untuk melihat sebentar sebuah bangunan tradisonal yang tepat berada di belakang penginapan yang kami tempati. Dari depan penginapan kami menaiki mobil elf yang menuju ende.

Seperti sebelumnya, perjalanan ende-moni atau sebaliknya  begitu menegangkan dan memanjakan mata, namun karena badan sangat lelah, saya lebih banyak memejamkan mata sepanjang perjalanan (tak sanggup menahan kantuk).   Satu  jam berlalu, mobil elf yang kami tumpangi berhenti di tujuan terahir, yaitu terminal Rawareke (tarif dari moni ke ende 15k / orang ).  Dari terminal Rawareke  saya agak sedikit binggung bagai mana menuju objek wisata yang ingin kami datangi (Pantai Anabhara, Desa Adat Wologai dan Rumah pengasingan Bung karno). Di tengah rasa bingung, kami putuskan untuk menepi dulu ke sebuah warung membeli beberapa cemilan dan bertanya akses ke tempat – tempat yang ingin kami datang pada ibu pemilik warung, si ibu pemilik warung berkata kalau  Pantai Anabhara dan Desa Adat Wologai jauh dari sini dan kami harus menggunakan otokol (mobil truk yang bagian belakangnya di modifikasi menjadi kursi – kursi kayu untuk penumpang) , si ibu menunjuk otokol yang mulai bergerak meninggalkan terminal dan berkata “ itu otokol terahir menuju Pantai Anabhara, nanti kalian minta di turun saja di Pantai”, dan saat saya bertanya apakah perjalanannya bisa pulang pergi? Si ibu menjelaskan lagi kalau kami harus menginap di sana, karena sekarang sudah siang dan akses kendaraan dari sana ke ende sudah tak ada lagi kalau sore. Dengan berat hati saya harus mencoret Pantai Anabhara dan Desa Adat Wologai dari list tempat yang harus kami kunjungi di ende (dan hal ini akan menjadi alasan saya untuk mengunjungi ende lagi suatu saat nanti #amin). Sekarang tinggal bertanya bagaimana menuju Rumah pengasingan Bung karno, si ibu langsung menghentikan angkot yang lewat dan berkata sama supir  untuk mengantarkan kami ke rumah pengasingan  bung karno. Terimakasih banyak ibu atas bantuanya.
Taman Renungan Bung Karno
Perjalanan dari terminal Rawareke menuju ke rumah pengasingan  bung karno tak terlalu lama, hanya sekitar 20 menit saja.  Tapi sayang, sesampainya kami di di depan rumah , rumah itu sedang di pugar, kami tak jadi turun  dan kami meminta pak supir untuk mengantarkan  kami ke taman renungan bungkarno  yang letaknya tak terlalu jauh dari sana. Dengan membayar ongkos 5k / orang (seharusnya 3k/ orang), saya dan hendra di turunkan tepat di depan  taman renungan bung karno. Taman ini sendiri nampak kurang terawat, di sini terdapat pohon sukun yang menjadi tempat perenungan bung karno dan dari perenunganya itu bung  karno berhasil merumuskan  5 butir pancasila yang seperti sekarang kita kenal.  Selain pohon sukun, di sini juga terdapat patung bung karno yang berdiri gagah. Di kejauhan terlihat gunung meja dan sementara di sisi lain terlihat bangunan pelabuhan dan laut lepas.  Sebenarnya jujur saja saya masih kebingungan dengan keadaan kami saat ini, karena semua tempat yang ingin kami datangi tak mampu kami jangkau dan jika mampu pun kondisinya lagi di tutup. Belum lagi kami masih harus berpikir bagaimana besok kami pulang ke labuhan bajo  atau mau tidur di mana kami malam ini. Ah,, pikiran – pikiran itu membuat saya semakin bingung. Tapi tuhan memang baik, dia mempertemukan saya dengan kak wempy pemuda asli ende yang kami temui di depan taman renungan bung karno. Dari obrolan ringan dan perkenalan singkat itu kami jadi semakin akrab, dan kak wempy dengan baik hati mau mengantar kami mencari penginapan murah yang jaraknya sekitar 1 KM dari tempat ini.


Dari taman renungan kami berjalan menyusuri jalanan raya, melewati sebuah gereja tua dengan patung yesus besar di atas bola dunia, melewati pertigaan yang menuju pelabuhan IPI terus berjalan sampai ahirnya kami sampai di sebuah penginapan yang bernama “Nurjaya Hotel” yang terletak di jalan A Yani no 20 (No tlf : 0381 21252 ). Fyi: Selain hotel Nurjaya, di sini juga terdapat beberapa hotel murah lainya, dan di dekat gereja pun ada hote.
Untuk menginap di sini kami harus merogoh kocek 60k/ kamar untuk 2 orang dengan dua buah tempat tidur dan kamar mandi di luar, tidak terlalu buruk lah kamarnya. Tanpa basa basi saya langsung merebahkan badan di kasur, perjalanan kurang lebih 1KM dengan backpack yang cukup berat cukup menguras tenaga. Sementara itu kak wempy berpamitan karena masih ada acara yang lain, Terimakasih banyak kak wempy atas kebaikannya.

Sunset

Setelah istirahat sebentar dan menyegarkan badan setelah 2 hari gak mandi (di moni dingin jadi gak kuat mandi,hahaha), kami berjalan ke taman renungan bung karno lagi, tapi kali ini bukan taman renungan bung karno yang  kami ingin lihat, melainkan sunset cantik di pelabuhan Ende yang akan memanjakan sore kami. Sesampainya di pelabuhan, banyak orang – orang yang sedang memancing sementara  di pantai pasir hitam  banyak anak – anak yang sedang bermain bola. Dari pelabuhan kami putuskan untuk turun ke pantai pasir hitam.


Pulau Ende di Kejauhan
Di sebrang laut terlihat pulau ende dengan  latar sunset. Semakin lama langit semakin gelap, matahari hilang di telan laut dan meninggalkan siluet jingga, sungguh sunset yang indah. Saat langit benar – benar gelap, kami putuskan untuk kembali ke penginapan, namun sebelumnya kami sempatkan mengunjungi beberapa toko penjual souvenir, tapi harga yang di tawarkan cukup mahal, jadi saya harus cukup puas hanya  melihat-lihat kain tenun dengan motip warna warni begantung di etalase dan tak berpindah ke kantong belanjaan.
Sesampainya di penginapan kami langsung tertidur pulas, karena besok pagi kami harus bangun pagi – pagi dan melakukan perjalanan jauh kembali ke LabuhanBajo. Kota ende tak seburuk yang saya kira saat pertama  saya memasuki kota ini, masih banyak tempat yang ingi  saya kunjungi di kota ini jadi suatu saat saya ingin ke sini lagi, dan semoga bisa terlaksana,, Amin.