Selasa, 10 September 2013

Candi Jiwa dan Candi Blandongan, Komplek Percandian di Tengah Sawah



Matahari karawang yang begitu terik siang itu  tak sedikitpun mengendurkan semangat kami untuk merampungkan trip jelajah peninggalan sejarah di karawang. Setelah sebelumnya kami  menyambangi monumen Rawa Gede , Monume Kebulatan Tekad serta Rumah “penculikan” Bung Karno. Kali ini tujuan kami adalah Candi Jiwa, Candi Blandongan dan Pantai Tanjung  Pakis (ini bonus) . Ke dua objek wisata ini memiliki arah yang sama, kami hanya perlu terus melaju ke utara dari tempat kami sekarang (Rengas Dengklok).

Candi Jiwa
Saya yakin pasti banyak orang yang belum mengetahui kalau karawang memiliki candi. Karena candi ini baru di ketemukan dan heboh di perbincangkan sekitar tahun 2006. Tapi jangan bayangkan candi di karawang ini seperti candi Borobudur atau pun candi Prambanan, karena dari segi struktur penyusun candi dan ukuran pun sangat jauh berbeda. Komplek percandian di karawang ini tersusun dari puluhan batu bata dengan aneka ragam ukuran dan bentuk. Candi ini (candi jiwa) juga berukuran kecil sekitar 10 x 10 Meter (mungkin kurang)  dengan ketinggian (-) di atas permukaan tanah. Iya candi ini bukan bangunan megah yang menjulang ke langit, melainkan terkubur di bawah tanah di tengah  persawahan. Percandian ini  letaknya di daerah Batujaya di ujung utara karawang. Menurut penelitian,  Komplek candi ini merupakan kompleks sisa  percandian Budha  kuno  dan masih di teliti sampai sekarang. 


Dari Rengas Dengklok, kami harus menempuh perjalanan sekitar 60 Menit untuk sampai di komplek percandian ini. Komplek percandian ini terletak di tengah persawahan warga dan masih di teliti sampai sekarang. Untuk bisa menikmati komplek percandian ini, kami di pungut bayaran 5k / orang. Saat kami bertanya di mana kami harus memarkirkan motor kami, pihak pengelola (warga sekitar) menyarankan kami untuk membawa serta motor kami menyusuri jalan beton yang menuju bangunan candi yang ada di tengah sawah ( kabarnya di sini kurang aman untuk memarkir kendaraan dan di tambah lagi saat itu hanya kami ber dua saja yang mengunjungi candi ini). Nah di komplek percandian ini ada 2 buah candi yang sudah bisa di kunjungi, yaitu candi jiwa dan candi blandongan. Sementara candi – candi yang lain masih dalam proses penggalian dan penelitian. Asal mula candi ini adalah gundukan-gunduka tanah di tengah persawahan, setelah gundukan-gundukan itu di gali, ketemulah candi – candi yang sekarang ini bisa kami lihat. Jadi sampai sekarang pun masih ada beberapa gundukan – gundukan tanah yang masih di gali dan di teliti.
Candi pertama yang kami kunjungi adalah candi jiwa, letaknya sekitar 500 meter dari perkampungan warga. Kami tak perlu bersusah payah jalan kaki panas-panasan untuk melihat candi ini, kami bisa melenggang bebas menaiki motor yang kami bawa, hahaha (ini bukan salah kami loh ya, tapi saran dari pengelola :D ). Tak ada hal yang menarik di candi jiwa ini (bagi saya yang tak menyukai sejarah ), namun kartika sepertinya sangat antusias melihat secara detail setiap sudut candi yang berbentuk persegi empat dengan panjang sisi sekitar 10 meter kurang   . Panas matahari yang terik memaksa kami untuk menyudahi kunjungan di candi jiwa.

Cewe "gila" itu bernama Tika :D

Candi Jiwa

Kita harus turun sedalam 1 meter kalau ingin melihat lebih dekat

Sisi Lain Candi
Candi berikutnya adalah candi blandongan, letaknya sekitar 400meter  dari candi jiwa. Candi belandongan ini juga terleta di tengah persawahan dan kedua candi ini di hubungkan oleh jalan beton selebar 1 meter. Candi Blandongan ini berukuran lebih besar  dari candi jiwa dan sedikit lebih tinggi, candi blandongan juga memiliki anak tangga untuk menuju atas candi (tapi tidak boleh di naiki). Beruntung di candi blandongan  ini ada bangunan seperti gubuk  (mungkin bekas beristirahat para pekerja) jadi kami bisa berteduh sebentar dari sengatan matahari sambil mengisi perut dengan bekal yang kami bawa. Di beberapa sudut bangunan candi terdapat ratusan batu bata yang masih berantakan, karena sepertinya candi ini belum 100% selesai di pugar. 

Jalan Menuju Candi Blandongan
Candi Blandongan
Batu Bata Penyusun Candi

Batu Bata yang Belum di susun

Candi Blandongan

Candi Blandongan

Para pekerja sedang beristirahat di sela-sela proses penggalian


Dari candi blandongan, kami kembali ke candi jiwa dan perkampungan untuk melanjutkan perjalanan kami berikutnya, namun sebelumnya kami sempatkan untuk mampir ke musium candi, tapi sayang sepertinya musium ini tutup karena tak ada petugas / pengelola sama sekali.
Tujuan kami berikutnya adalah Pantai Tanjung Pakis,pantai tanjung pakis ini adalah pantai yang sangat terkenal di karawang juga bekasi, sudah bisa di pastikan setia ahir tahun/lebaran masyarakat dari kedua kota ini berbondong-bondong mengunjungi pantai ini. Tapi namanya juga pantai utara , ya kalian tahulah seperti apa bagusnya pantai utara, hahaha. Tapi sebagai warga karawang yang baik, saya ingin sedikit membantu pemerintahan karawang yang gila – gilaan mempromosikan pantai ini, wakakaka (percaya atau ngga, di karawang ini banyak sekali spanduk/ marga jalan yang mengarah  ke pantai tanjung pakis ). Tujuan saya ke sini sudah pasti bukan karena ngebet pengen ke sini, hanya saja jarak pantai ini dan kompleks percandian tak begitu jauh makanya kami sempatkan ke sini. Sesampainya kami di gerbang masuk pantai, tertera harga yang cukup mahal untuk ukuran pantai utara (hahaha, tetep utaranya di bawa-bawa), Kami harus membayar 8,5k/ orang. Dari gerbang masuk, kami masih harus menempuh perjalanan sejauh 1 Km dengan jalanan yang super ancur.

Pantai Tanjung Pakis

Seperti halnya pantai utara lainya, kita akan menemukan pantai coklat yang bercampur lumpur dengan warna air yang keruh (ini mah bukan mempromosikan namanya, hahaha). Sejauh mata memandang berjajar puluhan rumah makan (cocok buat yang suka makan sea food), di ujung paling barat pantai ini terdapat puluhan pohon cemara (masih kecil, sepertinya baru beberapa tahun di tanam) dan hal ini membuat suasana pantai yang panas menjadi sedikit agak nyaman untuk berlama-lama diam di sini menikmati hembusan angin pantai. Buat yang suka berenang  di pantai,harus  berhati  - hati berenang di pantai ini karena banyak ubur – ubur yang bisa bikin kulit gatal dan melepuh. Kami cukup lama beristiraht di pantai ini, mengumpulkan tenaga untuk menempuh perjalanan pulang yang jauh....

Sabtu, 17 Agustus 2013

Menengok Peninggalan Sejarah di Karawang




Berawal dari perasaan  bersalah karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari orang – orang yang saya temui saat melakukan perjalanan ke beberapa daerah , tentang objek wisata di Karawang . Munculah keinginan untuk sedikit menjelajah  objek wisata di kota kelahiran saya ini (entah kenapa saya selalu malas untuk jalan – jalan ke objek wisata di kota ini) .  Karawang yang berjuluk kota padi atau sekarang di sebut dengan kota pangkal perjuangan , memang memiliki  beberapa objek wisata alam dan objek wisata sejarah , mulai dari curug cantik di selatan karawang , sampai objek wisata sejarah yang berkaitan erat dengan kemerdekaan negara republik indonesia , seperti  peristiwa “penculikan”  Soekarno Hatta  ke Rengas Dengklok dan Peristiwa pembantaian warga sipil di Rawa Gede , ada juga wisata candi peninggalan Kerajaan Tarumanegara di daerah Batujaya. Nah berhubung saya sudah mondar mandir ke objek wisata alam yang ada di karawang (objek wisata ini gak pernah bikin bosen, karena saya  suka objek wisata alam), kali ini saya akan menjelajah objek wisata peninggalan sejarah di kota karawang. 


Pagi itu, setelah mengatur janji dengan cewek paling gila sekarawang; Kartika sari  ( ini cewe gila yang pernah motoran Karawang – Sawarna, Karawang – ciwidey  dan destinasi lainya pake motor, saya aja pasti gak sanggup naik motor sejauh itu, hahaha. Gokil kan ni cewe) . Kami berangkat memulai penjelajahan. Tujuan pertama kami adalah Monumen Rawa Gede, dari tempat janjian Kami arahkan laju motor kami ke daerah Rawamerta, karena objek wisata ini ada di kecamatan Rawamerta. Kami hanya memerlukan waktu sekitar 25 menit untuk sampai di objek wisata ini (kalau dari rumah saya, jaraknya hanya 15 menit saja). Sesampainya di sana, kami harus membayar tiket masuk seharga 2k / orang.  Objek wisata Monumen Rawa Gede ini di bangun untuk memperingati  peristiwa pembantaian masyarakat sipil oleh tentara belanda. Buat yang suka sama pelajaran sejarah Indonesia pasti tahu dengan jelas peristiwa itu. Monumen ini di bangun seperti piramida (sekilas mirip seperti monumen jogja kembali dengan ukuran lebih kecil). 

Di komplek monumen ini terdapat puluhan kuburan warga sipil yang menjadi korban pembantaian belanda. Bangunan monumen ini memiliki 2 lantai dan di sisi dinding luarnya di hiasi relif perjuangan warga Rawa Gede. Di lantai dasar ada diorama peristiwa pembantaian warga sipil oleh Belanda, sementara di lantai atas terdapat patung seorang perempuan  yang  memangku tubuh anak dan suaminya  yang tewas akibat peristiwa ini, sementara di belakang patung ini ada puisi terkenal milik Chairil Anwar (Antara Karawang Bekasi).  Tempat ini cukup sepi, pagi itu hanya ada kami dan beberapa wisatawan lain. Cukup lama kami di sini, menyusuri setiap sudut tempat ini dan mengamati relif-relif yang menghiasi bangunan ini sebelum ahirnya kami melanjutkan perjalanan menuju Destinasi berikutnya.
Destinasi berikutnya adalah rumah tempat penculikan Soekarno Hatta dan monumen kebulatan tekad yang ada di Rengas Dengklok. Dari monumen Rawa Gede, kami arahkan motor menuju Rengas Dengklok. Sesampainya di pasar Dengklok, kami mengambil arah ke kiri mengikuti jalan kecil sampai ahirnya kami tiba di depan monumen kebulatan tekad (jalan kecil ini persisi di sebelah mesjid sebelum pasar dengklok). Dari Rawamerta, kami memerlukan waktu sekitar 35 menit untuk sampai di sana.  Monumen kebulatan tekad ini di buat untuk mengenang peristiwa Rengas Dengklok, yaitu peristiwa “penculikan” Soekarno dan Hatta, dimana pada peristiwa tersebut telah terjadi kesepakatan untuk memproklamirkan Kemerdekaan RI dengan secepatnya. Di sini sekarang terdapat 2 buah Monumen kebulatan tekat, satu buah monumen lama dan satu lagi monumen baru yang belum selesai pengerjaannya.


Monumen Kebulatan Tekad Baru

Monumen Kebulatan Tekad Lama

Setiap wisatawan yang berkunjung ke Monumen kebulatan tekad (khususnya yang lama) di haruskan mengisi buku tamu dan mebayar sumbangan suka rela. Dulunya Monumen kebulatan tekad ini adalah rumah tempat “penculikan”  Soekarno Hatta, namun setelah terjadi  musibah banjir besar sungai citarum, rumah itu rusak dan di pindahkan ke tempat yang lebih aman.  Di monumen ini terdapat relif yang menggambarkan proses pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno Hatta.

Rumah tempat “penculikan”  Soekarno Hatta


Tak jauh dari sana,  sekitar 500 meter terdapat rumah bekas “penculikan”  Soekarno Hatta yang sudah di pindahkan. Di sana kami bertemu dengan anak dan cucuk pemilik rumah. Bangunan rumah ini masih di pertahankan bentuk aslinya yang bergaya betawi dan  di dominasi warna putih dan hijau. Di rumah ini terdapat tiga ruangan yang bisa di lihat (sementara ruangan yang lain di pergunakan oleh pemilik rumah).  Tiga ruangan itu terdiri dari dua buah kamar bekas Soekarno dan Hatta, semetara satu ruangan lagi adalah ruang tamu. Di kamar yang menjadi bekas  Soekarno dan Hatta masih di pertahankan bentuk aslinya, sementara di ruang tamu ini terdapat Foto – foto Soekarno dan Hatta serta pemilik rumah yang bernama Djiaw Kie Siong.  

Ruang Tamu




Ah rasanya malu sekali, bertahun- tahun tinggal di kota ini tapi baru sekarang berkunjung ke tempat – tempat ini. semoga kedepanya bisa mengexslpor dan menulis lebih banyak lagi tentang objek wisata di kota ini. J

Selasa, 08 Januari 2013

Unforgettable Moment : "Pecah Kongsi" dan Jalan Kaki ke Bandara I Gusti Ngurahrai Bali


Memang tak pernah ada hal yang sempurna di dunia ini , perjalanan 2 minggu menjelajah bumi Nusa Tenggara Timur yang awalnya saya pikir akan sangat sempurna, berahir dengan sedikit insiden yang kurang menyenangkan. Hari terahir trip , saya harus “pecah kongsi” dengan travelmate saya si Panda a.k.a Hendra fu si empunya www.letsescep.me .  Hari terahir trip saat kami transit di Bali 2 Hari, Kami tak bisa mengontrol emosi masing-masing lagi, ya banyak hal yang membuat emosi kita berdua gak bisa kebendung lagi.  Emosi – emosi kecil yang tertahan selama 2 minggu selama menjalani trip Flores ini ahirnya pecah di Bali (saya curiga emosi kita gak bisa ke bendung gara-gara pedesnya nasi pedas bu Andika, karena kita mulai diem-dieman di situ setelah hendra ngebentak saya, hahaha).  Ahirnya  saya dan hendra memutuskan untuk mengahiri Trip kali ini dengan jalan masing – masing, padahal kita sudah cek in di salah satu penginapan di kuta, namun hendra memilih pergi dari penginapan itu entah ke mana (berasa kayak cerita orang pacaran, wakakak)  . Ternyata memilih travelmate itu memang gak gampang, saya baru sadar kalau cara saya dan Hendra menikmati perjalanan sedikit berbeda. Saya yang sangat aktif (mungkin sedikit hiperaktif, ahaha)  dan lebih senang melihat segala sesuatunya lebih dekat dan lebih detail, lompat dari satu tempat ke tempat  lain, menyusuri setiap sudut objek wisata dan rela berlelah – lelah untuk mendapat momen yang sangat saya mau. Sementara hendra lebih santai, menikmati semunya dari 1 tempat saja, menatap dari jauh dan menikmati susana dari tempat yang bisa bikin dia nyaman, tak begitu suka berlelah-lelah (ya mungkin karena  postur tubuh  dia juga, hahaha *di ketok hendra* )

Dan sekarang saya sendiri di Bali dan harus pulang sendiri ( ya walau nanti masih 1 pesawat sama si Panda). Lantas terlintas ide gila beberapa tahun lalu saat saya pertama kali akan mengunjungi Bali, waktu itu karena ingin menghemat budget, saya berniat jalan kaki dari Bandara Ngurah Rai ke Kuta. Namun hal itu batal gara-gara teman saya meyakinkan saya kalau itu perbuatan konyol  yang  bisa bikin betis berkonde (Cape), dan terpaksa saya urungkan niat saya itu. Kali ini ide itu muncul lagi dan saya mengamininya , Ya saya akan jalan kaki dari Kuta ke Bandara I Gusti Ngurahrai Bali. Dan hal ini di dukung oleh alasan yang kuat, Karena gak bareng Hendra (dia mana mau jalan jauh, hahaha),  karena Dengan jalan kaki saya bisa cari dulu oleh – oleh di Joger dan Krisna tanpa harus beberapa kali pindah angkutan (kalau meminta taxsi atau ojek  nungguin, bayarnya mahal, hahaha), dan yang terpenting saya tidak usah mengeluarkan uang untuk biyaya transfortasi ke Bandara  .

Penerbangan saya ke jakarta  kebetulan siang hari, jadi saya punya cukup waktu jalan kaki. Besoknya setelah sarapan di penginapan, saya cek out dan langsung menuju mini market untuk membeli  air mineral botol ukuran besar dan beberapa cemilan (bekal untuk jalan kaki, hahaha). Awalnya saya mengikuti petunjuk arah di google maps, Namun sialnya HP saya tibak – tibak mati *apes*. Jadilah saya harus menggunakan ingatan saya menuju Bandara. Saya terus jalan kaki sampai saya ahirnya  tiba di Joger, masuk joger dan membeli beberapa oleh – oleh. Saya terus berjalan ke arah bandara melewati jalan Raya Tuban (kalau gak salah).  Matahari pagi yang terik dan backpack yang berat membuat keringat membanjiri tubuh saya. Beberapa kali ada ojek yang menawarkan jasanya, namun saya tolak.
Cukup jauh berjalan, Ahirnya saya sampai di pusat oleh – oleh Krisna Tuban, saya masuk dan membeli beberapa oleh – oleh. Kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Di jalan yang menuju bandara, saya sempat ingin menumpang mobil – mobil yang mengarah ke bandara, tapi nyali saya gak sebesar yang saya kira, saya gak berani mencegat mobil dan menumpang. Saya terus berjalan, pundak mulai tersa pegal dengan beban backpack yang bertambah berat. Tapi untunglah Jalan yang menuju bandara ini cukup nyaman, karena  banyak pepohonan di sepanjang jalan.
Dan sekitar pukul 12 siang, setelah menempuh perjalanan sejauh 6 KM selama 3,5 jam, saya sampai di Bandara (Yang bikin lama perjalanan ini ya saat memilih oleh – oleh di Joger dan Krisna , hehehe) . Di bandara saya ketemu Hendra yang nampak heran dengan muka lusuh saya. Saya duduk di sebelhnya sembari menunggu waktu boarding, bertingkah seolah tak terjadi apa-apa (berasa gak punya dosa), sementara hendra teteap memasang muka keselnya, wakakak
Ohy seteleh kejadian "Pecah Kongsi" ini , kami sepakat gak akan lagi ngetrip berdua doang, ya minimal bertiga lah,,, Biar ada penengah kalau lagi gontok - gontokan, hahahaha
Dan bagi yang pengen ke bali tapi gak rela bayar taxsi bandara yang mahal atau malas naik ojek, jalan kaki ini bisa di jadikan alternatif lain. Memang sih jalan kaki dari Kuta ke Bandara I Gusti Ngurahrai cukup menguras energi dan bikin pegel, namun ini menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi saya, nanti kalau ke bali lagi bareng pacar, pengen mengulang hal yang sama *Biar Hemat Beib* #PulangTripLangsungDiPutusin