Kamis, 05 Januari 2012

New Year 2012 At Dieng Plateua


Menjelang tahun baru 2012,semua orang sibuk dengan rencana perjalanannya masing-masing. Tak terkecuali saya,karena tahun ini (2011) saya belum berhasil menjamah dinginnya dataran tinggi  dieng,saya pun berencana  untuk mengunjunginya saat malam pergantian tahun.
Semua orang yang pernah bilang ingin ikut backpacking bareng,saya ajak satu persatu. Dengan harapan susananya akan sangat meriah saat malam pergantian tahun jika di lewati bersama-sama,walau pada ahirnya hanya ada satu orang saja yang bener-bener bisa ikut. Setelah dapat ke pastian teman yang satu ini  ikut,saya putuskan untuk membeli tiket bis jurusan karawang – wonosobo h-1,hargany bisa di bilang agak mahal dengan membayar uang 60k/orang kita hanya mendapat fasilitas kursi dengan pormasi 2-3 dan angin malam yang siap berhembus menemani perjalan.
 Tanggal 30 desember, sekitar pukul 19:30 kami berdua (saya dan seorang teman) sudah duduk manis di kursi  deret  belakang  bis yang akan membawa saya ke wonosobo,suasananya saat itu penuh sesak dengan beberapa orang yang berdiri di selasar antara kursi, di tambah lagi banyaknya barang bawaan yang di bawa para penumpang bus, ya,,maklum lah banyak orang yang akan pulang kampung dan membawa berbagai macam oleh-oleh buat keluarganya.
Setelah menunggu sekitar 20 menit, perjalanan menuju wonosobo pun di mulai. Bis melaju membelah jalanan kota karawang yang saat itu nampak mendung. Sebenarnya saya sangat malas jika harus bepergian jarak jauh menggunakan bis,karena hal ini mengharuskan saya  mengkonsumsi obat anti mabuk dengan dosis yang lebih tinggi ke timbang dosis yang harus saya minum saat naik kereta,hahaha *memalukan,udah gede masih minum obat anti mabuk.  Perjalanan ke wonosobo di tempuh sekitar 10 jam,tak ada hal yang bisa di nikmati sepanjang perjalanan karena malam hari, jadi saya lebih banyak habiskan waktu untuk tidur. Menjelang fajar,kami di sambut sinar matahari cerah dan barisan pegunungan yang nampak jauh  di sebelah  kiri jalan. Rupanya kita sudah sampai di wilayah banjarnegara,perjalanan dari banjarnegara menuju wonosobo kita banyak melewati perkebunan salak pondoh dan hutan serta beberapa kali berpapasan dengan petak-petak sawah. Begitu memasuki wilayah wonosobo kami melihat sebuah gunung yang begitu gagah tersinari mentari pagi,entahlah apa nama gunung itu.
 Sekitar pukul 6 pagi kita sampai di terminal wonosobo, dari terminal  kami menaiki angkutan kota(mini bis) menuju pertigaan  tempat mini bis yang akan ke dieng  dengan membayar tarip sebesar  2 k (sebenarnya  bis  yang kami tumpangi  melewati pertigaan ini,namun karena kami tidak tau jadi kami bablas ke terminal wonosobo). Fyi: jika kalian  berangkat dari arah barat(jakarta,karawang,bandung,dsk) kalian harus berhenti di pertigaan yang akan ke dieng,bilang saja ke supir busnya minta di turunkan di pertigaan yang akan ke dienga. Namun jika kalian berasal dari wilayah timur(jogja,semaranga,jawa timur,dsk) kalian turun di terminal wonosobo dan melanjutkan perjalanan ke pertigaan yang ada mini bis  ke diengnya dengan menggugnakan angkutan kota(mini bis juga) .

view sepanjang perjalanan
Sesampainya di pertigaan,kami langsung menaiki mini bis tujuan dieng dengan membayar tarip sebesar  10k/orang.  Ada yang menarik dengan angkutan ke dieng,tak peduli jumlah kursi yang kosong atau tempat  yang tersedia,kondetur mini bis terus menjejalkan ornag-orang  yang  ingin menaiki angkutan ini, dan anehnya para penumpang ini mau saja terus di jejalkan ke dalam  mini bis  yang sudah sangat  penuh sesak(mungkin  karena sedikit angkutan yang melayani trayek ini atau mungkin karena orang-orang  itu sedang terburu-buru,entahlah).
Setelah menempuh perjalana selama kurang lebih   1jam tepatnya sekitar pukul 7:30 kita sampai di dieng. Kami turun tepat di pertigaan, di situ berjejer  berbagai penginapan dan yang paling mencolok adalah penginapan bu jono yang ber cat orange cerah yang tepat di sebelah kanan pertigaan. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami putuskan dulu untuk beristirahat sebentar di sebuah warung nasi dan memesan sarapan, dengan harapan gerimis akan segera reda.  Karena memang saat itu sedang turun hujan dan kabut yang cukup tebal  menyelimuti perbukitaan . Setelah kenyang dan hujan yang mulai reda,kami mulai menyusuri jalan pertigaan ke  sebelah kanan,kami mencari penginapan “ASRI”,karena ke betulan kami memang berencanan menginap di sanan(karena harganya sangat bersahabat dengan kantong kami). Setelah muter-muter jalan dan bertanya ke sanan kemari  ahirnya kami kembali menuju pertigaan saat pertama kali kami sampai. Dan berjalan ke arah sebaliknya . Fyi: penginapan asri teletak di jala sebelah kiri dari pertigaan,letaknya sekitar 10 meter seberang jalan  mesjid besar  yang ada di sana.
hotel "asri"

Setelah bertemu dengan penjaga penginapan kami  di tunjukan sebuah kamar yang memang sudah kami pesan. Tarif permalamnya hanya  50k dengan kamar mandi di luar dan tempat tidur yang bisa di gunakan untuk 2 orang. Setelah selesai dengan penginapan dan menaruh tas, kita melanjutkan perjalanan ke objek wisata yang ada di sana. Dengan berbekal  petunjuk arah pemilik penginapan dan melihat peta yang tertempel di penginapan ,kami mulai menyusuri jalan ke arah kiri penginapan. Tips: kalo berencana jalan kaki,ada baiknya memotret peta yang tertempel di penginapan. Karena sangat berguna saat kalian kehilangan arah.

tanaman kentang

Kami berjalan  begitu semangat, udara yang bersih dah suhu yang sejuk membuat perjalanan menjadi begitu menyenangkan, di tambah lagi cuaca yang sangat cerah dan tak tampak ada kabut tebal di mana-mana. Sejauh mata memandang hanya bisa kami temukan hamparan perbukitan yang di tanami tanaman kentang. Samar-samar kami melihat komplek candi arjuna,namun tujuan kami yang pertama bukan itu,kami akan mengunjungi telaga warna terlebih dulu.
 Setelah berjalan sekitar 1km,kami bertemu dengan penjaga tiket masuk kawasan objek wisata. Dan  dengan membayar tiket terusan seharga 20k/orang  kita bisa masuk dan menikmati  4 objek wisata yang ada di sana (telaga warna,dieng theater,kawah sikidang dan komplek percandian). Sekitar 10 meter setelah pos pembelian tiket,ada sebuah bangunan kecil  berwarna hijau.

Kami langsung arahkan  kaki ke kiri melewati jalan setapak dan menembus lebatnya semak belukar,sebenarnya kami tahu jalan ini karena sebelumnya kami  bertanya pada penjaga tiket tadi,mengenai  jalan menuju bukit yang memiliki view ke arah telaga warna. Bukit ini juga sering di kunjungi wisatawan  karena dari atas bukit ini kita akan di suguhkan pemandanagn elok dari telaga warna dan telaga pengilon. Namun sayang,sepertinya tempat ini tak terlalu di perhatikan oleh pengelola, karena sama sekali tidak ada petunjuk arah atau pun nama bukit ini. Di tambah lagi jalan setapak yang licin saat turun hujan serta  sebagian besar jalan setapak  sudah tak tampak karena tertutup lebatnya belukar.
Perjalanan ke atas bukit bisa di bilang tidak terlalu mudah,kombinasi jalanan yang menanjak serta licin menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Di tambah lagi jurang(lereng bukit yang curam) yang mengnganga  di sebelah kanan kami menambah ke hati-hatian langkah kaki  kami. Setelah 10 menit menyusuri jalan setapak,kami hentikan langkah dan mulai mengambil gambar. Meski saya tahu ini bukan puncak dari bukit ini,tapi saya tak tega melihat exspresi teman saya yang sudah  tak kuat untuk berjalan lagi,ya ahirnya saya menikmati ke elokan telaga dari sini meski rasanya kurang maksimal.


 Begitu di rasa puas,kami kembali turun dan melanjutkan perjalanan ke telaga warna. Di gerbang telaga warna kami menyerahkan tiket terusan untuk di perikas,dan setelah di ijinkan masuk kawasan telaga warna saya mulai mencium bau busuk(bau belerang) yang samar-samar,  telaga warna itu sendiri adalah telaga dengan konsentrasi belerang yang terlarut di dalam airnya( ini sama persis dengan danau di kawah ijen,meski kadar belerangnya berbeda). Begitu mencapai pinggir telaga,saya di suguhkan pemandangan yang cukup menenangkan mata,sebuah genangan air besar(telaga) berwarna biru muda ke hijauan dengan gelembung-gelembung kecil yang timbul ,asap tipis yang menyapu permukanan telaga serta jajaran pohon di sepanjang garis telaga menjadi perpaduan yang sempurna. Telaga ini nampak di rawat dengan baik dengan adanya fasilitas jalan setapak  di sepanjang pinggir telaga. kami tak berjalan-jalan di telaga ini, kami hanya berdiam diri di sebuah pohon tumbang yang sepertinya sudah sangat lama berada di sana, sambil sesekali melemparkan pandangan jauh ke penjuru telaga.


Setelah di rasa  puas menikmati ke indahan telaga warna,kami kembali melanjutkan perjalanan menuju dieng plateau  theater. Jalan setapak menuju theater  masih berada di kawasan telaga,tepatnya di sebelah kanan setelah berjalan sekitar 10 meter dari gerbang masuk telaga.

Jalan menuju dieng theater melewati beberapa anak tangga yang sudah di penuhi tumbuhan lumut,jadi agak licini. Letak dieng theater sendiri terletak di atas bukit,jadi butuh tenaga yang cukup untuk menaiki beberapa anak tangga ini.
Di sepanjang jalan  menuju dieng theater pun kita bisa melihat ke indahan telaga warna dari atas sini. setelah berjalan sekitar 10 menit kita sampai di bangunan theater, di sini banyak di jumpai para penjual kentang goreng dan purwaceng. Tanpa pikir panjang kami langsung memesan seporsi kentang goreng yang di bandrol  5k/porsi. Rasa kentang gorengnya sama saja dengan kentang goreng  kebanyakan,namun yang spesial di sini adalah karena kentangnya sendiri masih fresh dan rasa hangat kentang yang baru matang  menjadi sensasi tersendiri di tengah  udara dieng yang dingin, itulah mengapa banyak yang merekomendasika kentang goreng dieng sebagai makanan wajib jika berkunjung ke sini.
Sambil menunggu jadwal pertunjukan di dieng theater yang di mulai setiap sekitar 23 menit sekali,satu demi satu potongan kentang hangat berbumbu keju dengan olesan saus sambal meluncur bebas ke lambung saya.  Si ibu penjaga warung menawarkan minuman hangat semacam jamu yang di sebut purwaceng,namun saya menolaknya. Karena saya baru akan mencicipi minuman itu nanti malam . Berdasarkan cerita banyak orang, purwceng paling pas di minum di malam hari saat udara bener-bener dingin,rasanya akan sangat  mantap (fyi: 1 gelas purwaceng di hargai 10k/gelas,*mahal juga ya).  Pintu theater terbuka dan petugas theater mempersilahkan kami masuk ke dalam sebuah ruangan yang mirip bioskop versi mini dengan kursi mungkin sekitar 50 buah kursi. Saat itu pengunjung theater dieng cukup sedikit mungkin sekitar 15 orang saja,saat semua sudah masuk dan duduk di kursi masing-masing, mulailah lampu di matikan dan sebuah layar mulai memutarkan sebuah filem dokumenter tentang dieng. Keren,,itu kata pertama yang meluncur dari  mulut saya, saya di buat terpanan dengan filem yang sedang di putar ( pokoknya ini tempat paling wajib kudu di datengin kalo main ke dieng).
Setelah selesai menonton filem dokumenter yang super keren,kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju kawah sikidang,kawah sikidang sendiri  letaknya memang cukup jauh dari sini. Namun  jika tak ada kabut, kawah sikidang dapat  terlihat jelas dari theater ini. kali ini kami berjalan melalui bagian depan theater ,melewati tulisan besar bertuliskan nama tempat ini. Rupanya di depan bangunan theater ini   ada jalan raya,jadi buat yang tak ingin “mendaki” bukit  seperti yang kami lakukan,bisa melewati jalan raya menggunakan kendaraan dan berhenti tepat di parkiran di sebelal bangunan theater.
Kami mulai berjalan ke sebelah kanan  menuruni jalan raya, sepanjang jalan  di hiasi dengan pohon yang  bunganya  mirip terompet berwarna kuning (ntah apa namanya) . Setelah berjalan sekitar 300 m kami  bertemu dengan pertigaan, kami ambil arah ke  kanan. Sekitar 10 meter setelah pertigaan kami kembali bertemu dengan persimpangan jalan dan mengambil arah kiri. Setelah berjalan selama 10 menit kami sampai di petiganan jalan yang ke arah  sikidang dan komplek candi arjuna.

candi bima
Tepat di persimpangan ini pula kita bisa melihat canti bima yang berdiri kokoh seorang diri. Dari pertigaan ini kami arahkan kaki ke sebelah kiri menuju gerbang kawah sikidang. Ternyata  jarak antara gerbang sampai kawah sikidang cukup jauh, gerimis mulai turun dengan intensitas rendah mengiringi langkah kaki kami menuju kawah sikidang. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan sebuah pipa yang sangat besar melengkung di atas jalan raya,pipa ini sendiri merupakan pipa yang menyalurkan uap air untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi.  Setelah berjalan sekitar 15 menit kami sampai di parkiran objek wisata kawah sikidang.

Dari tempat ini kepulan asap kawah sudah nampak terlihat mengepul tebal, kami  berjalan mendekati pusat letupan kawah(kewah utamanya mirip letupan lumpur lapindo versi mini). Sepanjang jalan mendekati kawah utama, kami juga melihat gelembung-gelembung letupan di kubangan-kubangan kecil. Sesampainya di pusat  kawah, saya melihat sebuah kubangan lumpur yang mendidih dengan letupan-letupan cukup besar. Lebar kawahnya mungkin kurang dari 5 m dan di batasi pagar bambu. Kami tidak berlama-lama di sana karena bau belerang yang  yang menyengat dan membuat sesak( ada baiknya jika ke sini memakai masker).
Setelah puas mengambil beberapa gambar saya putuskan untuk kembali ke parkiran,di tempat parkir ini juga banyak terdapat bangunan yang menjual aneka oleh-oleh. Dari aneka buah-buahan sampai bunga edelwis juga di jual di sini. Kami hanya berputar-putar saja melihat berbagai barang dagangan yang  berjejer( niat hati ingin beli tapi apa boleh buat dompet enggang terbuka,,hahah).
Dari sini kami kembali berjalan menuju pintu gerbang,dan melanjutkan perjalanan ke komplek percandian. Setelah berjalan  kaki selama 30 menit kami sampai di candi gatot kaca jarak antara kawah si kidang ke candi ini sekitar 2KM. Di deket candi gatot kaca juga ada musium purbakala namun kami tidak menyempatkan diri untuk masuk dan melihat-lihat.
candi gatot kaca
Setelah di rasa cukup puas  melihat-lihat candi gatot kaca perjalanan di lanjutkan ke komplek candi arjuna. Jalan dari candi gatot kaca ke komplek candi  arjuna melewati jalan setapak yang sudah di tata rapi dengan deretan pohon cemara sepanjang jalan. Begitu sampai candi arjuna  kami di sambut 5 buah bangunan candi yang masing-masing di beri nama sesuai  tokoh pewayangan.
komplek candi arjuna

nama-nama candi di komplek candi arjuna


Di sini kami habiskan waktu cukup lama,karena selain ini tepat terahir yang kami kunjungi tempat ini juga sangat nyaman untuk istirahat dan saat itu juga tidak terlalu ramai pengunjung.  Di dekat komplek candi arjuna juga terdapat candi  setyaki, dan saya sempat mampir ke candi ini. Meski letaknya tidak terlalu jauh dari komplek candi arjuna namun candi ini luput dari kunjungn wisatawan,karena sedikit sekali orang yang melihat-lihat atau untuk sekedar poto-poto.
candi setiyaki

Pukul 2 siang kami sudahi kunjungan kami  di komplek percandian ini dan kembali ke penginapan untuk istirahat, karenan kaki sudah sangat pegal dan rasanya sudah tak ingin jalan lagi. Saya juga menyempatkan tidur siang  agar saat pesta kembang api nanti malam tidak ngantuk,,,


4 komentar:

  1. nama bukit utk liat telaga warna & telaga pengilon itu bukit sidengkeng, dikri

    BalasHapus
  2. oh itu toh,,,aku gak tau namanya mba,,hehe

    BalasHapus
  3. penginapan asri? penginapan yang sama dengan yang saya tempati sewaktu ke dieng.. masih tetep 50rb yah harganya.. not bad lah untuk harga segitu.. sepertinya penginapan asri ini juga yang paling murah deh.. yang paling ngangenin dari dieng itu kentang gorengnya... hihihi

    BalasHapus
  4. yoi bang..lumayan lah buat istirahat...hehe

    BalasHapus