Sabtu, 19 November 2011

Menjelajah Bali Selatan

Hari ini adalah hari terahir saya di bali,sebelum ahirnya besok siang saya harus kembali pulang ke karawang. Hari ini saya berencana untuk mengexsplorasi bali bagian selatan yang terkenal dengan pantai dan ombaknya yang indah.
Pagi-pagi setelah selesai sarapan,saya menyempatkan diri mengganti beberapa sperpart motor yang rusak di bengkel yang letaknya tak terlalu jauh dari kosanya bang toni. Selesai mengganti beberapa komponen yang rusak,saya kembali ke kuta dan memperlihatkan motor yang sudah saya perbaiki ke orang yang menyewakan motor. Setelah tak ada komplen dari orang yang punya motor,saya kembali melanjutkan perjalanan menuju uluwatu yang akan menjadi tujuan ahir perjalanan saya hari ini. Dari kuta saya harus menempuh jarak sekitar 21 Km untuk sampai di uluwatu,tapi karena saya akan menikmati senja di sana, jadi saya putuskan untuk  menyinggahi objek wisata lain terlebih dahulu di sepanjang jalan menuju uluwatu.

Pilihan  pertama saya jatuh pada pantai dremland yang terletak di daerah pecatu (saya senghaja tidak memasukan pantai nusa dua pada exsplorasi kali ini,karena pantai nusa dua sudah saya kunjungi saat hari pertama saya menginjakan kaki di bali).Dari kuta saya mengambil arah menuju uluwatu mengikut petunjuk arah yang banyak tertera di marga jalan. Ternyata daerah selatan bali itu berupa perbukitan,hal ini terlihat dari jalur menanjak yang harus saya tempuh setelah keluar dari jalan bay pass ngurah rai. Setelah melaju sekitar 30 menit,saya bertemu dengan jalan yang merupakan pintu masuk menuju Garuda Wisnu Kencana (GWK). Namun saya tidak berencana masuk, karena mengngingat harga tiket masuknya yang cukup  mahal (25k / orang). Sekitar 15 menit setelah melewati  pintu masuk GWK,saya melihat ada sebuah pintu masuk menuju kompleks perumahan mewah yang  letaknya di sebelah kanan jalan  (namanya pecatu resort, kalo gak salah). Nah inilah pintu masuk menuju pantai dremland,seperti lajimnya sebuah perumahan. Di gerbang masuk  terdapat beberapa security yang berjaga,tapi jangan khawatir,karena motor bisa melenggang bebas tanpa ada pemerikasaan dari security (yang di periksa hanya mobil saja). Sesampainya di dalam,terdapat jajaran  bangunan mewah di kompleks perumahan ini,di sini tak ada petunjuk jalan yang jelas untuk sampai di pantai dremland. Saya hanya mengikuti beberapa bule yang membawa papan selancar di motornya,dan saya tahu mereka pasti akan ke pantai dremland juga. Sesampainya di  parkiran,saya di pungut bayaran sebesar 5k untuk biyaya masuk dan parkir (tapi tentu saja ini bukan pungutan resmi,karena tak menggunakan karcis dan yang memunguti adalah para satpam di situ).
Dari parkiran,saya harus masih berjalan sekitar 200m sebelum ahirnya sampai di pantai. Sesampainya di pantai saya di suguhkan pemandangan yang luar biasa cantik. Laut  dan langit yang biru,batukarang yang menjulang tinggi,dan suasanan yang begitu sepi di pantai ini. Saat itu hanya ada sekitar 10 orang saja pengunjung di pantai ini(mungkin karena masih pagi,karena saya tiba di sini sekitar pukul 10 pagi). Saya merasa seperti pemilik pantai ini,karena beberapa wisatawan hanya berdiam diri di kursi malas yang memeng banyak tersedia di pingir pantai,meski ada juga yang sedang berenang. Saya mulai menyusuri pantai ke sebelah kiri,di sini terdapat tebing karang tinggi yang menjadi sebuah pembatas pantai. Setelah puas meliahat-lihat pantai di sebelah kiri,saya langkahkan kaki menyusuri pantai ke arah sebaliknya. Melewati bangunan utama berupa restoran dan pos penjaga pantai. Saya berjalan terus menyusuri pantai ini sampai ahirnya kaki saya terhenti ,karena saya berjalan sudah cukup jauh dari pos penjaga pantai dan karena agak  ngeri juga takut kalau-kalau  terjadi apa-apa, mengingat  pantai di sebelah sini sangat sepi (gak lucu dong kalau saya mati ke seret ombak yang tiba-tiba gede,dan tak ada orang yang nyelametin saya. Di tambah lagi saya gak jago renang,hahah *serem banget kan pikiran saya). Jadi saya putuskan berhenti sampai sini saja.
Pantai Dremland

Sambil duduk-duduk menikmati ke indahan pantai ini,mata saya terus  melihat  ke segala penjuru pantai. Dan  saya melihat beberapa batu karang dan bangunan pondasi yang hancur bekas terjangan ombak. Di salah satu sudut terdapat tulisan “dilarang mendirikan bangunan di sini”. Sepertinya jika air laut sedang pasang dan ombak tinggi,pantai ini menghilang tertelan air laut. Hal ini bisa terlihat dari pondasi  bangunan yang hancur berserakan di belakang saya ( saat saya ke sini,jarak pondasi bangunan dengan bibir pantai sekitar 5 meter). Setelah puas berkeliling pantai ahirnya saya putuskan untuk menyudahi kunjungan saya di sini,awalnya ingin mencoba untuk berenang di sini. Namun karena tak membawa baju ganti jadi saya mengurungkan niat itu. Di tambah lagi saya ogah jika harus mengeluarkan kocek 10k cuma untuk bilas (gila mahal bener kan). Dari parkiran, saya arahkan kembali motor menuju jalan uluwatu dan keluar dari komplek pemukiman ini. Tujuan saya berikutnya adalah pantai padang-padang,berbekal informasi yang saya dapat saat bertanya pada seorang ibu penjual minuman di parkiran tadi. Saya pun  mulai menyusuri kembali jalan uluwatu sampai ahirnya saya bertemu dengan sebuah persimpangan jalan yang bertuliskan Labuhan Sait di papan petunjuk arahnya.  Saya arahkan laju motor saya menuju labuhan sait,karena memang ini lah jalan yang menuju pantai padang-padang. Sebelum sampai pantai padang-padang,saya sempat melewati pantai lain (lupa namanya). Dan setelah berkendara sekitar 30 menit,sampailah saya di parkiran pantai padang-padang.
lorong untuk sampai di pantai padang-padang
Untuk mencapai pantai ini, saya harus turun ke bawah meniti beberapa puluh  anak tangga dan melewati lorong sempit yang terbentuk dari dua buah batu karang yang berhimpitan(saking kecilnya lorong,kita harus bergantian/mengalah jika ada orang yang akan naik). Sebenarnya buat saya pantai ini biasa saja,karena hanya berupa sebuah teluk kecil yang di kelilingi bebatuan karang. Tapi bagi para surfer,ini merupakan pantai favorit karena memiliki ombak yang bagus. Saat saya tiba di pantai ini,suasananya sudah sangat ramai dengan bule-bule yang berjemur. Sejauh mata memandang, saya hanya melihat bule-bule yang sedang berbaring menikmati sinar matahari. Sangat sedikit sekali wisatawan lokal di sini,jumlahnya bisa di hitung dengan jari. Dan tak kalah mengejutkan (padahal menyenangkan) adalah,banyak cewe - cewe bule yang hanya mengenakan celanan dalam saja saat berjemur ataupun  berenang (alhamdulilah,,eh astagfiruwloh,,haha).
pantai padang-padang
Cukup lama saya berdiam diri di sini melihat cewe cewe bugil orang-orang yang sedang bermain surfing. Namun sayang, karena ombak yang sudah sekitar 2 minggu ini kurang bagus (berdasar penuturan salah satu penjual minuman),membuat para pemain selancar harus puas dengan ombak kecil sehingga.
Dari pantai padang-padang,saya kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalan labuhan sait sampai ahirnya saya tiba di blue poin. Dengan membayar tiket masuk + biayaya parkir 3k,saya sudah bisa masuk dan menikmati pantai ini. Dari parkiran saya berjalan menyusuri cafe-cafe yang di bangun di bebatuan karang dan menuruni puluhan anak tangga. Sepertinya tidak tepat jika saya menyebut  blue poin ini sebagai pantai,karena sama sekali tak ada pantai disini. Tempat ini berupa bongkahan-bongkahan karang yang berbatasan dengan laut yang di jejali berbagai bangunan. Namun demikian, kita bisa juga turun sampai bawah karang untuk sekedar merasakan cipratan ombak dan menginjak pasir putih. Melewati celah-celah karang yang sudah di beri anak tangga.Tempat ini di penuhi wisatawan asing yang bermain surfing,  ada juga turis yang hanya sekedar bersantai di cafe-cafe sembari melihat para pemain surfing.

Blue Poin
Siapkan tenaga yang cukup untuk menjelajah tempat ini,karena butuh tenaga ekstra untuk meniti puluhan anak tangga yang jaraknya cukup tinggi.Dari blue poin,kembali saya arahkan laju motor saya menuju pantai  padang-padang sampai ahirnya saya sampai di pertigaan jalan yang tadi saya lewati. Dan dari sini saya kembali arahkan motor saya menuju uluwatu. Ohya ada hal yang menarik di pantai padang-padang,pantai ini dapat terlihat jelas dari atas sebuah jembatan jalan raya yang menuju blue poin.Sekitar pukul 14:30 saya sudah sampai di uluwatu.

Uluwatu
Sebelum sampai, saya sempatkan dulu makan di warung pingir jalan yang berada di sekitaran jalan uluwatu. Masuk objek wisata uluwatu saya harus membayar 4k sudah termasuk parkir. Dari parkiran,sudah banyak monyet-monyet yang berkeliaran dan meminta makanan dari para pengunjung. Sebelum masuk kawasan pura,saya terlebih dahulu harus menggunakan kain(berbentuk tali) warna kuning yang di ikatkan di pinggang,dan jika celana pengunjung terlalu pendek,biasanya akan di suruh memakai kain yang agak lebar berwarna ungu yang juga di ikatkan ke pinggang membentuk seperti sarung, kain-kain ini di pinjamkan secara gratis.Dari pintu gerbang,saya dan beberapa pengunjung lainya mulai menyusuri jalanan yang sudah di beton, sisi kiri dan kanan jalan berupa  semak belukar. Bagi pengunjung yang ingin memberi makan monyet-monyet ini juga bisa,kita tinggal membeli saja beberapa pisang yang di jual di tempat peminjaman kain. Sore itu,banyak wisatawan yang sedang berkumpul  di sekitaran pura sambil menyaksikan tingkah monyet-monyet yang lucu . Meski saya sangat takut monyet,namun saya mencoba memberanikan diri mendekati pura. Berbekal dua wisatawan asing dan guide yang sedang memandu mereka,saya mencoba mendekati pura dengan  mengikuti mereka dari belakang (lumayan lah, gratis dan bebas dari ganguan monyet,haha). Monyet yang ada di pura ini banyak sekali dengan berbagai usia,dari yang masih bayi sampai monyet yang udah tua banget (nah yang ini serem banget mukanya). Belum terlalu lama saya di sana,tiba-tiba terdengar suara teriakan kaget dari seorang nenek warga negara korea (sepertinya) yang  sendalnya di ambil monyet (padahal sendalnya lagi di pake,tapi di rebut sama monyet). Tapi tenang,setelah itu ada sang pahlawan(penjaga pura/pawang monyet/entahlah) yang menyelamatkan sendal si nenek tadi,tapi tentu saja  tidak gratis. Sang pawang itu memberi moyet sebungkus anggur dan menukarnya dengan sendal itu dan si nenek harus memberi beberapa ribu pada pawang itu untuk biyaya anggur yang di berikan pada monyet. Banyak orang yang menilai hal ini adalah ulah pawang monyet yang senghaja melatih monyet-monyet di sini untuk mengambil barang-barang milik pengunjung,sehingga pengunjung harus membayar sejumlah uang ke pawang tersebut jika ingin barangnya kembali. Tapi saya tak tau itu benar atau tidak,silahkan anda nilai sendiri. Yang jelas saat berkunjung ke uluwatu,pastikan anda tidak menggunakan kaca mata,perhiasan,topi,bando atau apapun itu yang mudah di ambil oleh monyet. Dan pastikan barang-barang yang anda bawa selalu dalam pengawasan.
pura Uluwatu
Pura uluwatu ini tidak lebih bagus jika  di bandingkan dengan  pura tanah lot/pura yang lainya, yang membuatnya istimewa adalah karena lataknya yang di atas tebing yang langsung berbatasan dengan samudra hindia. Dari pura ini, saya berjalan ke arah kiri menyusuri pinggir tebing yang sudah di beri pagar pembatas.
Saya terus berjalan melewati bangunan yang di gunakan untuk pertunjukan tari kecak,sampai di ujung tebing saya bertemu dengan sebuah warung penjual minuman yang di jaga ibu-ibu yang sedang sibuk membuat kerajinan tangan berupa gelang dari manik-manik. Saya cukup lama berdiam di sini sambil mengobrol dengan ibu yang ramah ini (gak tau namanya). Di sini saya baru berani mengeluarkan tripot saya untuk sekedar berfoto dengan background tebing dan laut, karena di sini tidak ada monyet. Saat hari semakin sore saya kembali berjalan ke arah pura untuk menikmati sunset di ujung tebing yang satunya,saat saya melewati bangunan pertunjukan tari kecak,rupanya sedang berlangsung pertunjukan tarian kecaknya. Tapi untuk menyaksikan pertunjukan ini,kita harus membayar sekitar 75k/ orang,tentu saja saya ogah mengeluarkan 75k untuk menyaksikan pertunjukan tersebut,,haha.
Setelah sampai pura,kembali saya menyusuri pinggiran tebing ke arah kanan (menuju arah pintu masuk/keluar ) yang juga sudah di pagari pagar beton.Sesampainya di ujung tebing,saya di sambut dengan puluhan monyet yang juga lagi nunggu sunset kayaknya,haha. Tapi untunglah di sini banyak juga wisatawan lain dan beberapa guid yang memandu mereka. Semakin lama,matahari semakin condong dan langit semakin merona jingga. Dari atas tebing  saya dapat menyaksikan beberapa buah kapal nelayan yang sepertinya akan melaut. Tak hanya itu,saya juga melihat beberapa lumba-lumba yang melompat-lompat seolah tahu sedang di perhatikan. Matahari semakin turun,kilat lampu kamera terus bergantian  bersinar dari beberapa wisatawan,tak terkecuali saya. Namun monyet-monyet yang bertengkar/ monyet-monyet yang mengganggu pengunjung di sini membuat saya tak terlalu khusuk menikmati senja di sini (bawaannya was-was terus,haha).
Saat matahari sudah lenyap di telan samudra,saya  meninggalkan tebing ini dan kembali ke parkiran untuk kemudian pulang ke denpasar,tapi tak lupa sebelumnya saya kembalikan kain pinjamannya.

Ke esokan harinya,sekitar pukul 10 pagi saya berpamitan dengan bang toni,karena saya akan pulang. Ahirnya,,setelah backpacking selama 2 minggu,menjelajah bali dan lombok saya pulang juga,hehe. Dari denpasar saya menuju kuta untuk mengembalikan motor sewaan. Dari kuta saya menuju bandara I Gusti Ngurahray Bali dengan menggunakan jasa ojek dengan tarif 20k. Dan sekitar pukul 14 ,pesawat yang saya tumpangi take off meninggalkan pulau dewata. Semoga suatu saat bisa menginjakan kaki kembali ke pulau ini,,,Amin.
#terimakasih banyak buat bang toni yang sudah menampung saya selama di bali, dan terimakasih juga buat mas rizky yang sudah menjemput saya di bandara dan mengajak berkeliling nusa dua. Ke baikan kalian ber dua akan saya ingat selalu. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar