Jumat, 11 November 2011

Tersungkur di Kintamani


Hari ini adalah hari pertama saya di bali setelah beberapa hari yang lalu menjelajah pulau  lombok. Dan pagi ini saya berencana memulai penjelajah di pulau bali,berhubung bang toni tidak bisa menemani penjelajahan saya selama  di bali (maklum lah orang sibuk dia,hehe), jadi saya harus menjelajah sendiri sehingga saya putuskan untuk menyewa sepeda motor.  Selesai sarapan,saya di temani bang toni menuju kuta bali untuk mencari speda motor yang di sewakan, karena susah sekali mencari penyewaan sepeda motor di  denpasar.
Di daerah kuta memang sangat banyak sekali kios-kios yang memajang  deretan sepeda motor untuk di sewakan,namun tak semudah yang saya bayangkan untuk menyewa motor  di sini. Beberapa kali saya  di tolak dengan alasan karena sepeda motor yang di sewakan hanya untuk tamu-tamu yang menginap di seputaran kuta. Karena memang selama di bali saya akan menginap di kosanya bang toni di daerah denpasar, jadi hal inilah yang sedikit menyulitkan saya untuk mendapatkan motor sewaan. Namun ahirnya saya berhasil menyewa sebuah sepeda motor mio di jalan popis line 2, dengan membayar 170k untuk 4 hari (seharusnya ini bisa jauh lebih murah lagi) dan menyerahkan KTP, saya bisa membawa motor ini untuk 4 hari ke depan. Setelah memastikan saya sudah mendapatkan motor sewaan,bang toni kembali ke denpasar dan meneruskan pekerjaannya. Thank bang.


Rencana awal saya adalah “Kintamani”, entah kenapa saya lebih memilih kintamani untuk kunjungan pertama. Jarak kuta ke  kintamani  sekitar 71 Km dan bisa di tempuh sekitar 2-3 jam. Sekitar Pukul 11 siang saya berangkat meninggalkan daerah kuta  menuju kintamani,cukup lama saya berputar-putar di daerah kuta (karna gak tau jalan,haha),sampai ahirnya saya berhasil keluar dari wilayah kuta. Jika di lihat di peta bali, daerah kintamani terletak  di atas,  jadi dari kuta saya harus terus melaju menuju arah utara. Sesampainya di denpasar pikiran saya sedikit berubah dan memasuka ubud dalam destinasi kunjungan hari ini, dan saya memilih ubud terlebih dahulu dengan ansumsi jaraknya yang lebih dekat dan satu arah ke kintamani. Dari denpasar, saya hanya mengandalkan petunjuk arah yang ada di pingir jalan, untunglah petunjuk arahnya cukup lengkap sehingga saya tidak tersesat . Setelah berkendara sekitar 1,5 jam, saya sampai juga di ubud. Banyak orang yang bilang kalau ubud itu tempat yang paling nyaman di bali,tapi tidak bagi saya. Entah kenapa saya tidak merasakan ke damaian ubud yang banyak orang bicarakan itu.  Laju motor saya menuntun  ke pintu gerbang monkey forest,tapi tentu saja bukan untuk masuk (masuk sini sama aja bunuh diri,saya kurang suka sama monyet. baca;Takut,haha). Saya hanya ingin tahu saja objek wisata ini tanpa bermaksud masuk.
gerbang masuk monkey forest
Dari pintu gerbang monkey  forest ,saya melanjutkan berkeliling  ubud sekalian mencari-cari marga jalan petunjuk arah ke kintamani . Di sepanjang jalan (sepertinya pusatnya ubud) tersedia toko-toko yang menjual aneka benda seni dari mulai lukisan,topeng dan aneka kerajinan kayu. Namun saya hanya melihatnya dari atas motor sembari berlalu. Tak terlalu jauh dari sini, saya melihat sebuah papan petunjuk arah yang bertuliskan kintamani,langsung saja saya melesat meningalkan ubud menuju kintamani. Jalanan menuju kintamani ini bisa di bilang cukup kecil dan sangat sepi (sepertinya ini jalan alternatif), karena saya sama sekali tidak bertemu dengan wisatawan lain bahkan mobil pun tak ada yang lewat sini. Setelah sekitar 30 menit melewati jalanan sepi di pedalaman bali, motor saya sampai di tegalalang.
Tegalalang (gambar di ambil dari google.com)
Tegalalang adalah sebuah objek wisata  berupa hamparan sawah yang tersusun berundak-undak yang terlihat sangat cantik. Namun saya tidak menyempatkan  diri mampir di sini karena  nanti takut ke sorean sampai di kintamani (sekarang sedikit  nyesel  gak mampir di situ).
 Motor terus saya pacu semakin kencang,namun tak ada juga tanda-tanda saya akan segera sampai di  kintamani. Dan ahirnya setelah berkendara sekitar 1,5 jam dari ubud, saya sampai di sebuah pertigaan jalan (dan ini adalah kintamani,horee,,). Dari pertigaan ini saya sudah bisa melihat jelas gunung batur dan danau batur. Dari pertigaan ini saya arahkan motor ke sebelah kanan menyusuri jalan yang  penuh dengan sepeda motor yang di parkir. Setelah melaju Sekitar 1 Km,  saya bertemu kembali dengan sebuah persimpangan jalan. Di sini terlihat jelas sebuah papan petunjuk arah bertuliskan “Trunya” dan “Toya Bungkah”.
danau batur
Tanpa pikir panjang, saya langsung arahkan motor menuju objek wisata itu. Namun jalannya cukup sulit,karena jalanan ini berupa sebuah turunan tajam dengan kelokan-kelokan yang tak kalah tajam dan di tambah lagi butiran-butiran pasir di jalan raya yang berasal  dari truk-truk pengangkut pasir yang terus hilir mudik menambang pasir di bawah kaki gunung batur. Dan di sinilah awal mula kejadian yang masih meningalkan bekas hingga saat ini. Karena jalanan yang sangat berdebu di tambah saya hanya menggunakan helm yang tak memiliki kaca,jadi saya berusaha untuk  mengambil kacamata di saku celana saya untuk menutup mata ini dan membiarkan motor terus melaju pelan menuruni sebuah turunan. Tangan kiri saya terus merogoh saku celana mencari kacamata sementara tangan kanan tetap memegang stang motor untuk mengendalikanya. Sebelum sempat kacamata terambil,tiba-tiba mobil truk di depan saya mengerem mendadak. Karena panik, takut menabrak truk,ahirnya dengan spontan tangan sebelah kanan saya menekan rem dengan kencang. Seketika itu juga motor yang saya kendarai slip dan terjatuh ke sebelah kanan menjepit dan menyeret kaki saya sejauh sekitar 1 meter. Saat itu saya benar-benar panik dan kaget. Beberapa mobil berhenti dan melihat saya di balik jendela (tapi tak satupun dari mereka turun dan memeriksa kondisi saya,kasihan banget ya gak ada yang nolongin,haha). Untunglah ada seorang pemuda (sepertinya warga lokal) yang membantu saya. Saat itu saya bener-bener kaget dan bingung,dengan tubuh yang masih gemetaran saya berusah bangun dan membangunkan motor yang masih tergeletak di tengah jalan. Saat itu saya belum terlalu merasa sakit meski kaki saya terus mengeluarkan darah. 
oleh-oleh
Saya terus melanjutkan menuruni jalanan dengan sangat hati-hati  mencari tempat yang cukup sepi untuk memeriksa kondisi saya dan motor sewaan ini . Saat saya sedang membersihkan luka,tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang turun dari mobil dan menanyakan kondisi saya, rupanya saat saya terjatuh tadi bapak itu dan istrinya melihat kejadian itu. Mereka berdua menawarkan saya untuk mengobati luka saya di rumahnya  yang tak terlalu jauh dari sini. Namun saya menolaknya karena saya pikir ini tak terlalu parah,hehe (padahal sakit bener).
Setelah beristirahat dan menenangkan diri, saya kembali ke pertigaan dan membatalkan kunjungan saya ke tepi  danau batur. Saya pun pulang kembali ke denpasar dengan membawa luka di pungung telapak kaki. Apes... tapi alhamdulilah tidak parah..
Sebuah kenang-kenangan yang unik,hehe

2 komentar:

  1. tegalalang memang jalur alternatif mas.. saya dua kali ke kintamani dan selalu menggunakan jalur alternatif karena lebih sepi, yang pertama jalur tegalalang dan yang kedua melewati payangan.. lewat tegalalang pemandangannya bagus.. kalau lewat payangan karena pengen nyicipin nasi ayam betutu warung milik ibu teman saya yang ada di payangan.. hehe.. harusnya kalau nggak mau lewat jalur alternatif ya lewat goa gajah-tampak siring.. jalan lebih landai, lebih lebar, dan lebih ramai.. pulang dari kintamani saya selalu lewat jalur utama karena udah males capek..

    sayang perjalanan sedikit terganggu ya karena jatuh dari motor..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih,,hehe
      saya juga pulang y lewat jalur itu mas,awalnya mau lewat besaki tp karena udah males duluan jadinya gak jadi,,hehe

      Hapus